Senin, 13 Desember 2010

HADIST MAUDHU DAN CIRI-CIRI NYA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Hadits merupakan sumber kedua setelah Al Qur'an dalam islam. Kita sebagai seorang muslim tidak meyakini bahwa semua hadits adalah shahih. Namun juga
tidak benar bila menganggap bahwa semua hadits itu palsu, sebagaimana anggapan para orientalis.
Jadi memang ada hadits yang shahih, hasan, dha'if, dan maudhu'(palsu). Dalam dalam kesempatan ini, insya Allah saya akan menjelaskan seputar hadits maudhu', agar kita faham pembahasan yang berkaitan dengan hadits maudhu', baik pengertian, hukum, ciri-ciri maupun yang lainnya.

B.     Rumusan Masalah
Adapun Masalah-masalah yang akan dibahas dalam Makalah ini adalah sebagai berikut,
1.    Apa Pengertian dari Hadist Maudhu’ ?
2.    Bagaimana Munculnya Hadist Maudhu’?
3.    Bagaimana Derajat Hadist Maudhu’ dan Hukum Meriwayatkannya ?
4.    Bagaimana Cara yang ditempuh dalam Pembuatan Hadist Mau’dhu’ ?
5.    Bagaimana Cara mengetahui Hadist Maudhu’ ?
6.    Apa saja Motivasi-motivasi yang Mendorong pemalsuan Hadist ?
7.    Apa Ancaman bagi Orang yang membuat Hadist Maudhu’ ?
8.    Apa ciri-ciri dari Hadist Maudhu’?
9.    Apa saja contoh-contoh Dari Hadist Maudhu’ ?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Menjelaskan pengertian Hadist Maudhu’ .
2.    Untuk Mengetahui Bagaimana Munculnya Hadist Maudhu’.
3.    Untuk Mengetahui bagaimana Derajat Hadist Maudhu’ dan Hukum Meriwayatkannya.
4.    Untuk Mengetahui Bagaimana Cara yang ditempuh dalam Pembuatan Hadist Mau’dhu’
5.    Untuk Menjelaskan Bagaimana Cara mengetahui Hadist Maudhu’.
6.    Menjelaskan apa saja Motivasi-motivasi yang Mendorong pemalsuan Hadist.
7.    Menjelaskan ciri-ciri dari Hadist Maudhu’.
8.    Menjelaskan contoh-contoh dari Hadist Maudhu’.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadist Maudhu’
     I.            Hadist Maudhu’

1.      Menurut Bahasa
Merupakan isim maf'ul (objek) dari kata wadha'a Asy-Syaia, yang berarti menurunkannya. Dinamakan seperti itu, karena memang menurunkanderajatnya.[1]

2.      Menurut Bahasa
Adalah kedustaan yang dibuat dan direka-reka yang disandarkan atas nama Rasulullah  ia termasuk periwayatan yang paling jelek.[2]

  II.            Awal Munculnya Hadits Maudhu'

Perpecahan kaum Muslimin menjadi beberapa kelompok setelah fitnah( masa) setelah terbunuhnya Utsman bin Affan), menjadikan setiap kelompok mencaridukungan dari Al Qur'an dan As Sunah. Sebagian kelompok mentakwilkan AlQur'an bukan pada makna sebenarnnya. Dan membawa As Sunah bukan padamaksudnya. Bila mereka mentakwilkan hadits mereka menisbatkan kepada Nabi.Apalagi tentang keutamaan para Imam mereka. Dan kelompok yang pertamamelakukan hal itu adalah Syi'ah.
Hal ini tidak pernah terjadi paada masa Rasulullah n dan tidak pernah dilakukanseorang shahabatpun. Apabila diantara mereka berselesih mereka berijtihad, dengan mengedepankan mencari kebenaran.


III.             Derajat Hadits Maudhu' dan Hukum Meriwayatkannya.

Hadits maudhu' merupakan hadits yang paling rendah dan paling buruk. Sehingga para ulama' sepakat, haramnya meriwayatkan hadits maudhu' dari orang yangmengetahui kepalsuannya dalam bentuk apapun, kecuali disertai denganpenjelasan akan kemaudhu'anya.

Nabi bersabda: "Barangsiapa yang menceritakan hadits dari sedang dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia termasuk para pendusta." (HR. Muslim).

IV.            Cara Yang Ditempuh Pembuat Hadits Maudhu'

1.      Membuat perkataan yang berasal dari dirinya, kemudian meletakkan sanadnya dan meriwayatkannya.

2.      Mengambil perkataan ahli bijak atau selain mereka kemudian meletakkan sanadnya.

  V.            Bagaimana Mengetahui Hadits Maudhu'

1.      Pengakuan dari orang yang memalsukan hadits. Seperti pengakuan Abi 'Ishmat Nuh bin Abi Maryam, yang digelari Nuh Al Jami', bahwasanya ia telah memalsukan hadits atas Ibnu Abbas tentangkeutamaan-keutamaan Al Qur'an surat per surat. Dan seperti pengakuan Maisarah bin Abdi Rabbihi Al Farisi bahwa dia telah memalsukan hadits tentang keutamaan Ali sebanyak tujuh puluh hadits.

2.      Pernyataan yang diposisikan sama dengan pengakuan.Seperti seseorang menyampaikan hadits dari seorang syaikh, danhadits itu tidak diketahui kecuali dari syaikh tersebut. Ketika ditanya perawi tersebut, tentang tanggal kelahirannya, ternyata perawi dilahirkan sesudah kematian syaikh. Atau pada saat syaikh meninggal dia masih kecil dan tidak mendapatkan periwayatan.

3.      Adanya inidikasi perawi yang menunjukkan akan kepalsuannya. Misal perawi Rafidhah, haditsnya tentang keutamaan ahli bait.

As Suyuthi berkata:"Dari indikasi perawi (maudhu') adalah diaseorang Rafidhah dan haditsnya tentang keutamaan ahli bait.

"Hamad bin Salamah berkata: "Menceritakan kepada syaikh mereka(Rafidhah), dengan berkata: "Bila kami berkumpul-kumpul,kemudian ada sesuatu yang kami anggap baik maka kami jadikansebagai hadits."[3]

4.      Adanya indikasi pada isi hadits, bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan indra, berlawanan dengan ketetapan agama atau susunan lafadz lemah dan kacau, serta kemustahilan hadits tersebut bersumber dari Rasulullah.

Menurut Abu Bakar bin Ath Thayib:"Sesungguhnya bagian daripetunjuk maudhu' adalah tidak masuk akal yang tidak bisa ditakwil disertai dengan tidak berdasar pada panca indra, atau menafikan

Dalil-dalil Al Qur'an yang qath'I, sunah yang mutawatir dan ijma'. Adapun jika bertentangannya memungkinkan untuk dijamak, maka ia tidak (maudhu')."

Ibnu Al Jauzi berkata:"Perkataan yang paling tepat berkenan dengan hadits maudhu' adalah, apabila kamu melihat hadits yang menjelaskan akal, menyelisihi naql (dalil), atau yang membatalkan masalah ushul(akidah), ketahuilah sesungguhnya itu adalah maudhu'."[4]

Misalnya apa yang diriwayatkan Abdurahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari kakeknya secara marfu'," Bahwa kapal Nabi Nuh thawaf mengelilingi ka'bah tujuh kali dan shalat dua rakaat di maqam Ibrahim.
VI.            Motivasi-motivasi yang Mendorong Melakukan Pemalasuan Hadits.

Banyak niatan seseorang memalsukan hadits baik timbul dari motif politik, kebodohan, kezindikan atau hoby semata. Berikut adalah motivasi-motivasi mereka:

1.      Membela suatu madzhab, termasuk madzhab yang terpecah menjadi aliran politik setelah munculnya fitnah(masa setelah terbunuhnya Utsman bin Affan) dan maraknya aliran-aliran politik seperti Khawarij dan Syi'ah. Masing-masing aliran membuat hadits-hadits palsu untuk memperkuat golongannya. Ini merupakan asal dari kedustaan atas nama Rasulullah

2.    Imam Malik ditanya tentang Rafidhah, berkata:"Janganlah engkau bicara dengan mereka, jangan meriwayatkan (hadits) dari mereka sesungguhnya mereka berdusta."

3.      Dalam rangka Taqarrub kepada Allah, dengan meletakkan hadits-hadits targhib(yang mendorong) manusia untuk berbuat kebaikan, atau hadits yang berisi ancaman terhadap perbuatan munkar. Mereka yang membuat hadits-hadits maudhu' ini biasanya menisbatkannya kepada golongan ahli zuhud dan orang-orang shalih. Mereka ini termasuk kelompok pembuat hadits maudhu' yang paling buruk, karena manusia menerima hadits-hadits maudhu' mereka disebabkan kepercayaan terhadap mereka.

Diantara mereka adalah Maisarah bin Abdi Rabbihi. Ibnu Hibban telah meriwayatkan dari kitabnya Ad Dhu'afa', dari Ibnu Mahdi, dia bertanya kepada Maisarah bin Abdi Rabbihi:"Dari mana engkau mendatangkan hadits-hadits seperti, "Barangsiapa membaca ini maka ia akan memperoleh itu? Ia menjawab:"Aku sengaja membuatnya untuk memberi dorongan kepada manusia."[5]
4.      Mendekatkan diri kepada penguasa demi menuruti hawa nafsu. Sebagian orang yang imannya lemah berupaya mendekati sebagian penguasa dengan membuat hadits yang menisbatkan kepada penguasaagar mendapat perhatian.

Seperti kisah Giyats bin Ibrahim An Nakh'I Al Kufi dengan Amir Mukminin Al Mahdi, ketika masuk ke (ruangan Amirul Mukminin) dan menjumpai Al Mahdi tengah bermain-main dengan burung merpati.Maka ia menambahkan perkataan dalam hadits yang disandarkankepada Nabi, bahwa beliau bersabda:
"Tidak ada perlombaan kecuali bermain pedang, pacuan, menggali atau sayap."

Ia menambahkan kata sayap (junah), yang dilakukan untuk menyenangkan Al Mahdi, lalu Al Mahdi memberinya sepuluh dirham. Setelah berpaling, Sang Amir berkata:"Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah. Kemudian Al Mahdi memerintah untuk menyembelih burung merpati itu.

5.      Zindiq yang ingin merusak manusia dan agamanya. Hamad bin Zaid berkata: "Orang-orang zindiq membuat hadits dusta yang disandarkan kepada Rasulullah  sebanyak empat belas ribu hadits."[6]

Ahmad bin Shalih Al Mishri berkata:"(Hukuman bagi) orang zindiq adalah dipenggal lehernya, orang-orang dungu itu telah membuat hadits maudhu' sebanyak empat ribu, maka berhati-hatilah."[7]

Ketika akan dipenggal lehernya Ibnu Adi berkata:"Aku telah memalsukan hadits diantara kalian sebanyak empat ribu hadits, aku mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram."[8]

6.      Mengikuti hawa nafsu dan ahli ra'yu yang tidak mempunyai dalil dari kitab dan sunah kemudian membuat hadits maudhu' untuk membenarkan hawa nafsu dan pendapatnya.

7.      Dalam rangka mencari penghidupan dan memperoleh rizki. Seperti yang dilakukan sebagian tukang dongeng yang mencari penghidupan melalui berbagai cerita kepada masyarakat. Mereka menambahnambahkan ceritanya agar masyarakat mau mendengar dongengannya, lalu mereka memberi upah. Diantara mereka adalah Abu Sa'id Al Madani.

8.      Dalam rangka meraih popularitas, yaitu dengan membuat hadits yang gharib(asing) yang tidak dijumpai pada seorangpun dari syaikh-syaikh hadits. Mereka membolak balik sanad hadits supaya orang yang mendengarnya terperangah. Diantara mereka adalah Ibnu Abu Dihyah dan Hammad bin An Nashibi.

9.      Fanatisme terhadap Imam atau Negri. Asy Syu'ubiyun memalsu hadits yang berbunyi:"Sesungguhnya Allah apabila murka menurunkan wahyu dengan menggunakan bahasa Arab, dan apabila ridha menurunkan.wahyu dengan bahasa Persi (Al Farisiyah)." Maka seorang Arab yangjahil membaliknya, perkataan ini, yaitu, " Sesungguhnya Allah apabila murka menurunkan wahyu dengan menggunakan bahasa Persi (Al Farisiyah), dan apabila ridha menurunkan wahyu dengan bahasa Arab."Dan orang yang ta'ashub(fanatik) terhadap Abu Hanifah, memalsu hadits, yang berbunyi:"Akan ada dari umatku seorang laki-laki yang disebut Abu Hanifah Al Nu'man, dia adalah penerang umatku."

Dan orang yang tidak senang dengan Imam Asy Syafi'I, membuat hadits yang berbunyi:" Akan ada dari umatku seorang laki-laki yang disebut Muhammad bin Idris, dia lebih bahaya atas umatku dari pada iblis."

VII.            Ancaman Bagi yang Membuat Hadits Maudhu'.
Orang yang berdusta atas nama Rasulullah ancamannya sangat keras.
Sebagaimana Nabi bersabda:

"Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaknya ia bersiasiap menempati tempatnya dineraka."
Hadits ini diriwayatkan secara mutawatir, yaitu diriwayatkan 70 orang shahabat.Dalam riwayat Al Bukhari tidak terdapat ( mu’tamidan ) atau dengan sengaja. Namun dalam riwayat Ibnu Hibban terdapat kata (mu’tamidan) ini. Adapun ( فليتبوّأ ) adalah perintah yang juga berarti kabar(berita), ancaman, penghinaan atau do'a atas pelakunya. Yaitu semoga Allah menyiapkan untuknya (nereka).[9]

Syaikh Muhammad Abu Al Juwaini, berpendapat bahwa kafir bagi orang yang memalsu hadits Rasulullah  dengan sengaja dan mengetahui (hukum berkenan) dengan yang ia ada-adakan.[10]

VIII.            Kitab-kitab Referensi Hadits Palsu

Para ulama telah merupaya mengumpulkan hadits-hadits palsu supaya kaum muslimin selamat dari makar pembuatnya, di antara kitab-kitab tersebut yaitu:
1.      Al Madhu'at, karangan Ibnu Al Jauzi.
2.      Al La'ali Al Mashnu'ah fi Al Ahadits Al Maudhu'ah, karaya As
Suyuthi, ringkasan kitab diatas.
3.      Tanzihu Ay Syri'ah Al Marfu'ah 'an Al Ahadits Asy Syani'ah Al Maudhu'ah karya Ibnu 'Iraqi Al Kittani, ringkasan kedua kitab diatas.
4.      Silsilah Al Ahadits Ad Dha'ifah, karya Al Albani.

B.     Ciri-ciri Hadist Maudhu’
Para ulama hadits menentukan beberapa ciri-ciri untuk mengetahui ke maudlu-an sebuah hadits, diantarannya :
1.      adanya pengakuan si pembuat hadits maudlu itu sendiri, pernah seorang ulama menanyakan suatu hadits kepada perawinya dan perawi tersebut mengakui bahwa ia memang menciptakan hadits tersebut untuk suatu keperluan.

2.      Adanya indikasi yang memperkuat, misalnya seorang rawi mengaku menerima satu hadits dari seorang tokoh, padahal ia belum pernah bertemu dengan tokoh tersebut, atau tokoh tersebut sudah meninggal sebelum perawi itu lahir.

3.      Adanya indikasi dari sisi tingkah laku sang perawi, misalnya diketahui bahwa ada tingkah laku yang menyimpang dari diri sang perawi.

4.      Adanya pertentang makna hadits dengan Alquran, atau dengan hadits mutawatir, atau dengan ijma’atau dengan akal sehat.

1.      Contoh Hadist Mau’dhu

·         Hadits maudhu' (palsu):
"Sesungguhnya Allah menggenggam segenggam dari cahaya-Nya, lalu berfirman kepadanya, 'Jadilah Muhammad'."
·         Hadits maudhu':
"Wahai Jabir, bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah cahaya Nabimu."
·         Hadits tidak ada sumber asalnya:
"Bertawassullah dengan martabat dan kedudukanku."
·         Hadits maudhu'. Demikian menurut AI-Hafizh Adz-Dzahabi:
"Barangsiapa yang menunaikan haji kemudian tidak berziarah kepadaku, maka dia telah bersikap kasar kepadaku."
·         Hadits tidak ada sumber asalnya. Demikian menurut Al-Hafizh Al-'lraqi.
"Pembicaraan di masjid memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar."
·         Hadits maudhu'. Demikian menurut AI-Ashfahani:
"Cinta tanah air adalah sebagian daripada iman."
·         Hadits maudhu', tidak ada sumber asalnya:
"Berpegang teguhlah kamu dengan agama orang-orang lemah."
·         Hadits tidak ada sumber asalnya:
"Barangsiapa yang mengetahui dirinya, maka dia telah menge-tahui Tuhannya."

·         Hadis tidak ada asal sumbernya:
"Aku adalah harta yang tersembunyi."
·         Hadits maudhu':
"Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata, 'Wahai Tuhanku, aku memohon kepadaMu dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuni padaku."
·         Hadits maudhu':
"Semua manusia (dalam keadaan) mati kecuali para ulama. Semua ulama binasa kecuali mereka yang mengamalkan (Ilmunya). Semua orang yang mengamalkan ilmunya tenggelam, kecuali mereka yang ikhlas. Dan orang-orang yang ikhlas itu berada dalam bahaya yang besar."





[1] Taisir Mushthalah Al Hadits, DR. Mahmud Ath Thahhan, hal, 89.
[2] Al Baa'its Al Hatsits, Syarh Ihtishaar 'Ulum Al Hadits Li Al Hafidz Ibnu Katsir, Ahmad
Muhammad Syakir, hal  85.
[3] Tarikh At Tasyri' Al Islami, Syaikh Manna' Al Qaththan, hal 280.
[4] Al Baa'its Al Hatsits, Syarh Ihtishaar 'Ulum Al Hadits Li Al Hafidz Ibnu Katsir, Ahmad
Muhammad Syakir, hal 83
[5] Tadrib Ar Rawi, Juz I/283.
[6] Al Baa'its Al Hatsits, Syarh Ihtishaar 'Ulum Al Hadits Li Al Hafidz Ibnu Katsir, Ahmad
Muhammad Syakir, hal 88
[7] Ibid, hlm, 90
[8] Tadrib Ar Rawi, Juz I/284.
[9] Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, I/268.
[10] Al Baa'its Al Hatsits, , Ahmad
Muhammad Syakir, hal 84.

1 komentar: